#
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhA. Definisi Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
Kawin kontrak
(Nikah Mut’ah) adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian
waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian
terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait hukum
perceraian dan warisan. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi
dengan beberapa tambahan).
B. Gambaran nikah mut’ah di jaman rasulullah ?
Di dalam beberapa riwayat yang sah
dari Nabi ?, jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para
sahabat ?
Gambaran tersebut dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Dilakukan pada saat mengadakan safar
(perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada
suatu tempat (HR. Muslim hadits no. 1404).
2. Tidak ada istri atau budak wanita
yang ikut dalam perjalanan tesebut (HR. Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
3. Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3
hari saja (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)
4. Keadaan para pasukan sangat darurat
untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan
bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan hidupnya (HR. Muslim no.
1406)
C.
Hukum Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
Pada awal
tegaknya agama Islam, nikah mut’ah diperbolehkan oleh Rasulullah ? di dalam
beberapa sabdanya, di antaranya hadits Jabir bin Abdillah ? dan Salamah bin Al-
Akwa’ ?
“Bahwa
Rasulullah ? pernah menemui kami kemudian mengizinkan kami untuk melakukan
nikah mut’ah.” (HR. Muslim)
Al-Imam
Al-Muzani rahimahullah berkata: “Telah sah bahwa nikah mut’ah dulu pernah
diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih
bahwa nikah tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah
menyatakan keharaman nikah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404
karya An-Nawawi)
Dan
beliau ? bersabda: “Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan
kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Namun sekarang Allah ? telah mengharamkan
nikah tersebut sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)
Adapun
nikah mut’ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu
Bakr ? dan Umar ?, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita
tentang diharamkannya nikah mut’ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits
no. 1405 karya An- Nawawi) Beliau Berkata dalam Hadisnya :
Yang artinya:
“Yang benar dalam masalah nikah mut’ah
ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali;
yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang
Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari
perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari
kiamat”.
D.
Rukun Kawin Kontrak (Nikah Mut’ah)
1. Shighat, seperti ucapan : “aku nikahi
engkau”, atau “aku mut’ahkan engkau”
2. Calon istri, dan diutamakan dari
wanita muslimah atau kitabiah.
3. Mahar, dengan syarat saling rela
sekalipun hanya satu genggam gandum.
4. Jangka waktu tertentu.
E. Faktor Terjadinya Kawin Kontrak
1. Pengetahuan agama yang kurang,
membentuk penilaian nikah kontrak sah dan lebih baik daripada zina.
2. Pendidikan, lapangan kerja yang
sempit, dan ekonomi. Rendahnya akses pendidikan, minimnya lapangan kerja yang
disediakan negara, dan kemiskinan perempuan membuat kawin kontrak jadi jalan
pintas. Sedang bagi para EO, Dollar dan Real sangat menggiurkan sekalipun
mereka sebetulnya berkecukupan.
3. Budaya patriarki, yang melihat
perempuan sebagai aset yang bisa dijualbelikan untuk mensejahterakan keluarga;
serta mindset masyarakat yang masih melihat tinggi rendah
manusia berdasarkan keturunan, warna kulit, jabatan, harta, ataupun jenis
kelamin
F.
Dampak Negatif Kawin Kontrak
Dilarangnya kawin kontrak tidak
terlepas dari dampak buruknya yang jauh dari kemaslahatan umat manusia,
diantaranya:
1.
Penyia-nyiaan anak
Anak hasil kawin kontrak sulit
disentuh oleh kasih sayang orang tua (ayah). Kehidupannya yang tidak mengenal
ayah membuatnya jauh dari tanggung pendidikan orang tua, asing dalam pergaulan,
sementara mentalnya terbelakang.
2.
Kemungkinan terjadinya nikah haram
Minimnya interaksi antara keluarga
dalam kawin kontrak apalagi setelah perceraian, membuka jalan terjadinya
perkawinan antara sesama anak seayah yang berlainan ibu, atau bahkan perkawinan
anak dengan ayahnya. Sebab tidak ada saling kenal di antara mereka.
3.
Menyulitkan proses pembagian harta
warisan
Ayah anak hasil kawin kontrak – lebih-lebih
yang saling berjauhan – sudah biasanya sulit untuk saling mengenal. Penentuan
dan pembagian harta warisan tentu tidak mungkin dilakukan sebelum jumlah ahli
waris dipastikan.
4.
Pencampuran nasab
Pencampuradukan nasab lebih-lebih
dalam kawin kontrak bergilir. Sebab disini sulit untuk memastikan siap ayah
dari anak yang akan dilahirkan.
“ Kawin
kontrak, seperti yang terjadi di daerah puncak, tidak lebih dari sekedar
komoditasseks. Nasib anak hasil kawin kontrak pun tidak jauh berbeda dengan
sang ibu. Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. Setelah masa
kontrak, maka sepenuhnya anak akan menjadi tanggung jawab perempuan “
G.
Dampak Positif Hanya secara Biologis Duniawi
Dampak
positif nikah mut'ah adalah mempermudah sebagian orang untuk melepaskan nafsu
syahwat biologis. Hal ini menjadi sangat mudah, karena mereka yang menginginkan
mut'ah dapat langsung mencari pasangannya, melakukan akad nikah di mana saja,
tanpa saksi dan wali serta tentunya tanpa walimah.
Setelah puas, mantan suami dan istri dapat
kembali ke rumah masing-masing tanpa menanggung beban dan tanggung jawab. Waktu
pernikahan dapat di atur, paling sedikit adalah sekali hubungan suami istri dan
tidak ada batasan waktu.
Dengan nikah mut'ah seorang laki-laki dapat
membunuh rasa bosan dan memperoleh puncak kenikmatan dengan nikah mut'ah setiap
minggu, bahkan sesering mungkin dengan "istri" yang berbeda. Semua
itu dilakukan tanpa beban dan dengan penuh harapan memperoleh "pahala"
yang besar kelak.
H.
Kesimpulan
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah
mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk
membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang
keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan
konsekwensi langgengnya pernikahan”.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
terima kasih infonya
ReplyDelete